Welcome to personal blog --«¤SANG PECINTA ALAM¤»-- Please sit down sweetly, don't forget to give me ur suggestion or comment...! Thank you for visiting... Fauna - Sang Pecinta Alam

Rabu, 30 September 2009


Memelihara burung berkicau memang merupakan hoby yang sangat menyenagkan, namun jika kita tidak menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian populasinya, bukan tidak mungkin justru kita akan menjadikan mereka punah. Sebagai contoh, jika kita pergi ke perbukitan kapur blitar selatan, sekarang agak jarang kita temukan burung cendet, kutilang, trocok, dll.

Banyaknya orang-orang yang menangkap burung secara besar-besaran menjadikan populasi burung berkurang secara drastis bahkan sagat memungkinkan bisa sampai punah. Hal ini secara alami akan menyebabkan populasi serangga atau hewan kecil seperti ulat dan belalang yang menjadi makanan burung tersebut bertambah pesat dan tidak terkontrol lagi. Dalam hal ini sebagai contoh adalah “belalang”. Berjuta-juta bahkan milyaran anak belalang tumbuh dengan pesat tanpa ada yang kontrol dari burung pemakan belalang.

Populasi belalang yang tidak terkendali secara otomatis akan menjadikan ketersediaan makanan mereka berkurang sehingga bukan hanya tanaman-tanaman liar saja yang biasanya diserang namun juga kebun-kebun petani terutama tanaman jagung, ketela dan padi. Bahkan belalang juga bermigrasi turun bukit menuju perkampungan untuk memakan daun kelapa, pisang, jati, dll. Ini semua tentunya karena akibat ulah manusia yang kurang mengerti tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup.

Bagi petani yang kebunnya diserang oleh milyaran belalang, tentunya ini menjadi musibah yang sangat merugikan, namun bagi sebagian orang, wabah belalang ternyata juga bisa menjadikan berkah tersendiri karena belalang-belalang tersebut dapat dijadikan lauk-pauk maupun dijual untuk mendapatkan uang.

Pengalaman menarik saat mencari belalang

Di atas bukit, pada malam hari banyak terlihat lampu senter saling bersautan, orang-orang menaiki bukit untuk menangkap belalang yang akan dijadikan lauk pauk maupun dijual sebagai nafkah tambahan. Saat aku dan 4 orang temanku mencari belalang, ternyata di atas bukit kami juga bertemu dengan beberapa kelompok orang yang sedang mencari belalang.

Dengan berbekal lampu senter, jerigen, karung, sepatu gunung dan topi, kami naik dan turun bukit menelusuri semak dan perkebunan hingga jarak kurang lebih 3 km. Pada malam hari belalang tidur di pepohonan sehingga dengan mudah mereka dapat ditangkap dengan tangan kosong. Satu per satu belalang pun kami tangkap dan kami masukkan dalam jerigen, rata-rata dari kami mendapatkan 1 kg belalang dalam waktu kurang lebih 1-2 jam.

Setelah dirasa cukup, kami pulang dan mebersihkan belalang untuk dimasak. Setelah dibumbui, belalang dapat kita goreng langsung maupun kita olah menjadi keripik maupun rempeyek. “Hmmm…rasa belalang memang gurih seperti udang goreng, bahkan lebih gurih”. Namun kita perlu berhati-hati jika memakan belalang terutama bagi yang mempunyai “alergi belalang” karena akan menyebabkan gatal-gatal yang luar biasa di sekujur tubuh. Sebenarnya aku juga alergi terhadap belalang namun karena aku suka banget, makanya sebelum makan belalang goreng, terlebih dahulu aku memakan pil anti alergi. Ternyata dengan hanya memakan 2 kali pil anti alergi, aku sudah tahan terhadap belalang goreng hingga musim belalang habis.

Bagi yang tidak suka memakan belalang, kita dapat menjulnya. Jika kita menjualnya ke pengepul, harga per 1 kg belalang bisa mencapai Rp.10.000,- – Rp.15.000,- lumayan dapat menjadi ganti biaya bumbu masak yang lain. Namun berbeda sekali jika kita membeli pada pedagang sayur keliling, harga per 10 ekornya adalah Rp.1.000,-
Baca selanjutnya

Senin, 17 Agustus 2009

Mengenal jenis - jenis ular lokal yang sering kita jumpai

Orang membunuh ular biasanya karena mereka sering menganggap bahwa semua ular adalah berbahaya (mempunyai racun). Padahal tidak semua ular di lingkungan kita mempunyai bisa atau racun. Bahkan ada juga ular yang sama sekali tidak berbahaya mati sia – sia karena bertemu dengan manusia. Tidak semua ular adalah berbahaya (berbisa), sehingga kita tidak perlu khawatir atau takut jika bertemu dengannya karena mereka tidak mengganggu kita. Ular tidak menggangu manusia jika tidak diganggu terlebih dahulu karena mereka hanya seekor hewan yang hanya mengikuti nalurinya saja. Jumlah ular yang berbisa jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ular yang mempunyai bisa (racun).

Ada banyak jenis ular yang ada di dunia ini baik berbisa (venomous) maupun yang tidak berbisa (non venomous). Ular adalah jenis reptile berdarah dingin dari kelompok hewan vertebrata. Ular merupakan binatang melata, tidak mempunyai kaki dan tidak mempunyai telinga luar. Mereka tidak bisa mendengarkan suara namun mempunyai sensor yang sensitif terhadap getaran dan ada juga sesor untuk mendeteksi suhu (panas). Habitat mereka dapat kita temukan di berbagai tempat yang berbeda – beda, ada yang berada di daerah dingin, sedang, maupun daerah panas atau kering.

Dengan mengenali jenis – jenis ular, sifat dan perilakunya diharapkan dapat membantu kelestarian habitat ular tersebut dengan tidak membunuh makhluk hidup secara sembarangan dan berlebihan. Kita harus menyadari bahwa semua makhluk yang ada di alam ini hidup secara berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain. Begitu juga ular merupakan salah satu rantai makanan yang ada di alam ini yang tidak boleh terputus, karena jika terputus maka kehidupan satwa yang lain juga akan mengalami perubahan dan lama – lama akan punah. Jika satwa liar yang ada di alam ini punah maka pertanda alam kita akan rusak.

Jenis–jenis ular yang pernah ditemukan:

A. Ular berbisa (Venomous)
Jenis ular berbisa sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan ular yang tidak berbisa. Ular berbisa biasanya tidak terlalu agresif karena mereka mengandalkan bisanya untuk melindungi diri dari musuh. Sebenarnya bisa ular lebih berfungsi untuk berburu mangsa saja.

1. Ular berbisa Tinggi

a. Ular Weling (Bungarus Candidus)

  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 160 cm, warna kulitnya loreng hitam putih cerah dengan ukuran yang tidak seragam melingkar membentuk cincin, badan berpenampang bulat, bagian bawah putih polos, kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Sawah, perkebunan, dekat pemukiman penduduk, perbukitan dataran rendah sampai pada ketinggian 1600 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 60 – 70%


b. Ular Welang (Bungarus Fasciatus)
  • Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 110 – 213 cm, warna kulitnya loreng hitam kuning cerah dengan ukuran yang seragam melingkar membentuk cincin, badan cenderung segitiga (tidak bulat), kelihatan mencolok di malam hari.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%


c. Ular Gadung Luwuk (Trimeresurus albolabris)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 40 – 100 cm, kepalanya berbentuk segi tiga, leher kecil, sisik kasar, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan, mata merah, warna kulit bawah hijau cerah sedangkan punggungnya agak tua, ekor merah dan runcing.
  • Habitat: Hutan bambu, semak-semak hijau, pepohonan hijau atau dekat sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada mamal hari) dan semi arboreal (siang hari menghabiskan waktu di dahan pohon dan malam hari di daratan), tidak melarikan diri bila di pegang atau diganggu bahkan akan langsung menggigit.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi membahayakan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%


d. Ular Bandotan Macan (Vipera Russelli)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 100 – 150 cm, badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leherjantan lebih besar dari pada betina, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan, atau padang rumput pd ketinggian sampai 2000 m dpl.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), mulai aktif pada sore hari, menangkap mangsa dengan cara menyergap (ambush), jika merasa terganggu akan cenderung diam dari pada melarikan diri dan akan mengeluarkan suara (hissing) yg sangat keras dengan di barengi dgn posisi siaga (“S” shape) mulai dari leher ke kepala. serangannya sangat cepat dan luka gigitan sangat dalam.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 10 – 20%


e. Ular Bandotan Jedor (Calloselasma rhodostoma)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 110 cm, tubuh berwarna coklat dengan corak gambar seperti diamond, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher, sisik kasar, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
  • Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan.
  • Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari) dan diurnal (jarang), cenderung aktif jika kelembaban meningkat, hampir tidak ada gerakan berarti untuk menghindari predator/manusia, tdk termasuk ular yang agresif namun siap menyerang jika di ganggu.
  • Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
  • Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
  • Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%


f. Ular King Kobra (Ophiophagus hannah)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 200 – 559 cm, warna kulitnya hitam dengan cincin putih (tidah terlalu terang) di sepanjang tubuhnya.
  • Habitat: Hutan tropis, padang rumput terbuka, dataran rendah, sampai pada ketinggian 1800 m dpl.
  • Makanan: Utamanya ular dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), terestrial dan kanibal. termasuk ular yg tidak agresif, lebih memilih untuk lari jika di ganggu, namun jika terpojok maka ular ini akan menaikan tubuhnya tinggi2 sambil mengembangkan tubuh di sekitar lehernya (hood) dan akan mengeluarkan suara yg cukup keras.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf) yang dapat membunuh manusia dalam 3 menit.
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, cell mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 50 – 60%


g. Ular Kobra Hitam/Ular Sendok (Naja Sputatrix)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 185 cm, warna kulitnya hitam legam (daerah blitar), leher coklat melingkar.
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal, terestrial, jika diganggu akan menyemprotkan bisa sebagai pertahanan.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf)
  • Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, cell mati (necrosis)
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa tinggi dan berpotensi membahayakan


h. Ular Pudak Bromo (Rhabdophis Subminiatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 130 cm, tubuh berwarna dominant coklat dari kepala hingga ekor, leher berwarna jingga, merah menyala dan hijau, badan berbintik putih, bagian bawah berwarna putih
  • Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
  • Makanan: Katak, cicak, kadal.
  • Kebiasaan: Terrestrial dan diurnal.
  • Tipe gigi: Ophistoglypha.
  • Racun dominan: Mixture of procoagulants.
  • Efek pada luka gigitan: Terasa sakit pada luka gigitan, memar, bengkak dan terjadi pendarahan.
  • Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
  • Efek klinis: Berpotensi menyebabkan kematian.


2. Ular berbisa Menengah

a. Ular Sowo bajing (Boiga Drapiezii)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 220 cm, warna kulitnya coklat muda.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan.
  • Tipe gigi:
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


b. Ular Cincin Emas/Taliwongso (Boiga Dendrophila)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 120 – 250 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hitam dengan garis-garis kuning atau putih disisi lateral dengan jarak satu garis dengan yang lain agak teratur, ada juga yang berwarna hitam putih, tubuh bagian ventral berwarna hitam atau kebiru-biruan, labial bawah berwarna kuning dengan garis-garis hitam kecil, mata bulat dengan pupil mata elips vertikal.
  • Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, rodent, kadal, kodok, ikan, dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


b. Many-spotted cat snake (Boiga Multimaculata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, warna kulitnya coklat muda dengan totol-totol coklat tua.
  • Habitat: Hutan tropis, dataran rendah sekitar sungai / kali pd ketinggian 1700 m.
  • Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok dan ular.
  • Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha
  • Racun dominan: Belum diketahui.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.


3. Ular berbisa Rendah

a. Ular Air (Homalopsis buccata)

  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat kemerahan, kelabu kehijauan atau kelabu tua gelap sampai hitam, corak belang dengan bentuk yang tak beraturan, tubuh bagian lateral terdapat bintik-bintik putih, tubuh bagian ventral berwarna putih atau kuning dengan titik-titik hitam, terdapat garis hitam mata dan tanda hitam berbentuk V pada moncongnya, terdapat tiga bintik hitam pada kepalanya
  • Habitat: Sawah, sungai.
  • Makanan: Katak, ikan, reptile kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Nokturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Ophistoglypha, jika menggigit, giginya cenderung tertinggal
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa gatal pada luka.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.


b. Ular Gadung Pucuk/Ulo Jangan (Dryophis prasinus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya panjang dan sangat kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hijau, hijau kecoklatan atau keabuabuan-coklat, saat ketakutan atau marah, bagian leher mengembang akan terlihat warna hitam putih dan biru, tubuh bagian lateral terdapat garis kuning atau putih, tubuh bagian ventral berwarna hijau, kepala panjang dengan dengan moncong meruncing , mata horizontal.
  • Habitat: Dataran rendah, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Burung, kadal, katak dan reptil kecil lainnya.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), arboreal, dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile).
  • Tipe gigi: Ophiestoglypha.
  • Racun dominan:
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek yang berarti bagi manusia.
  • Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.


B. Ular tidak berbisa (Non Venomous)
Ular yang tidak berbisa umumnya bersifat sangat gesit apalagi jika bertemu dengan makluk yang lebih besar karena mereka merasa takut, makanya mereka sering melarikan diri saat bertemu kita untuk melarikan diri.

a. Ular Tampar /Tali picis (Dendrelaphis pictus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh panjang dan kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, kepala oval, mata horizontal, lidah berwarna merah, warna kulitnya coklat dan ada 2 garis hitam memanjang dari kepala ke ekor, bagian bawah terdapat garis kuning memanjang hingga ekor.
  • Habitat: Pepohonan, hutan tropis, sungai.
  • Makanan: Katak, tikus, belalang, cicak, jangkrik.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile), muncul bintik putih di leher jika marah.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Racun: Hanya berbahaya bagi sesama ular.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.
  • Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek bagi manusia.


b. Ular Lare Angon (Xenochrophis vittatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 75 cm, dengan sepasang pita coklat yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat muda, dengan garis hitam putus-putus di bagian bawah.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha.
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


c. Ular Kayu/Priting (Ptyas korros)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna coklat atau coklat kehijauan, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 170 cm, sisik tubuh bagian belakang kuning dengan garis hitam disekeliling tiap sisiknya, tubuh bagian bawah (ventral) berwarna kuning, mata bulat, besar dan hitam, pada yang muda terdapat garis-garis putuh pada bagian tubuh atas (dorsal).
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


d. Ular Terawang/Sowo Sawah (Elaphe Radiata)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna kekuningan, dengan empat garis longitudinal berwarna hitam pada bagian tubuh depan, tubuh bagian depan belakang berwarna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam dari mata dan melintang pada bagian belakang kepala.
  • Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
  • Makanan: Katak, tikus, burung.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia, pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


e. Ular Kadut (Acrochordus granulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, kulitnya kasar namun tipis, warnanya belang hitam putih atau abu2 putih yang berpola garis vertikal.
  • Habitat: Persawahan dan sungai.
  • Makanan: Katak, ikan.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


f. Ular Pelangi (Xenopeltis unicolor)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau kehitaman jika tubuhnya terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepalanya pipih, mata bulat besar.
  • Habitat: Sawah, ladang subur.
  • Makanan: Katak, ular, cacing.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


g. Ular Serasah (Sibynophis geminatus)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 70 cm, ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning, kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok, sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral, iris mata berwarna kekuningan.
  • Habitat: Ladang subur, rerumputan.
  • Makanan: Katak kecil dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), ular ini kerap menyusup-nyusup di serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati, gesit.
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


h. Ular Sowo Kopi (Elaphe flavolineata)
  • Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 140 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau keabu-abuan dengan tanda hitam persegi panjang yang belang dengan putih bagian depan, terdapat garis hitam longitudinal pada bagian vertebral (tulang belakang), tubuh bagian belakang berwarna coklat gelap atau hitam, tubuh bagian ventral berwarna kuning, coklat atau kehitaman.
  • Habitat: Ladang kering, perumahan warga.
  • Makanan: Katak dan kadal.
  • Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.


i. Ular Sanca Batik/Puspo Kajang (Python Reticulatus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 1500 cm, tubuh bagian dorsal kekuning atau coklat dengan corak seperti jala (jajaran genjang) dengan warna hitam pada bagian dalamnya dikelilingi warna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam memanjang dari bagian belakang mata, kepala berwarna kuning dengan garis hitam tepat pada tengah, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.


j. Ular Sanca Kembang (Python Molurus)
  • Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 800 cm, tubuh berwrna abu – abu hitam dengan corak gambar membentuk kotak tidak beraturan dgn garis tepi berwarna abu – abu, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepala oval berwarna coklat dengan garis kunig atau abu – abu di pinggirnya, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
  • Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
  • Makanan: Mamalia dan unggas.
  • Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
  • Tipe gigi: Aglypha
  • Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.

Referensi: id.wikipedia.org, venomousreptiles.org, kaskus.us, cobraeite.zzn.com
Baca selanjutnya

Senin, 10 Agustus 2009

No Name Snake 2


Sekitar bulan September 2008 yang lalu saya (Abi) menemukan ular ini di teras rumahku, padahal sejak kecil saya telah tinggal di daerah ini namun baru kali ini menemukannya. Saya menemukan ular ini pada malam hari kemudian esok harinya saya juga menemukan satu lagi.


Jenis dan namanya belum saya ketahui karena baru kali ini saya menemukannya. Ukuran ular ini termasuk kecil yaitu sebesar jari tangan orang dewasa, panjangnya sekitar 50 cm saja, namun walaupun kecil anehnya ular ini sudah bertelur sebanyak 4 buah. Jika diperhatikan dari bentuk tubuhnya yang kecil dan panjang serta kepala yang kecil juga, ular ini mungkin bukan termasuk golongan viperidae namun jika merasa terganggu ia juga menggerak-gerakkan ekor layaknya ular viper.

Untuk mengidentifikasi, ular ini saya foto kemudian saya lepas lagi di daerah pegunungan yang jauh dari perumahan penduduk. Saya berharap degan men-share disini, temen-temen yang tahu banyak tentang ular ini dapat berbagi pengetahuan kepada saya. Matur nuwun…..
Baca selanjutnya

Minggu, 09 Agustus 2009

Sowo Bajing


Terkejut dan berteriak, inilah reaksi ibu saya saat memegang daun kelapa kering untuk menyalakan perapian, ternyata dalam daun tersebut ada seekor ularnya lalu secara refleks ibu saya melemparkannya dengan salah satu daun tersebut.

Kemudian saya dipanggil untuk melihat ular tersebut, setelah saya mencarinya, ular tersebut ternyata masih berada dalam dapur dan ketika akan saya tangkap ia tidak mau pergi tetapi malah bereaksi untuk melawan, walupun badannya sebesar pensil dan panjang sekitar 30 cm saja. Ini merupakan salah satu ciri dari jenis ular beracun.

Setelah memperhatikan dengan seksama bentuk kepala dan warnanya, saya yakin jika ular tersebut adalah ular sowo bajing, yaitu salah satu ular berbisa menengah yang sering berada di pohon atau atap rumah untuk mencari mangsa. Dan jika besar ular tersebut dapat memangsa mamalia kecil ataupun burung. Sebenarnya saya sering menemukan jenis ular seperti ini tetapi semuanya masih kecil atau anakan dan belum pernah bertemu dengan ular yang dewasa.

Walaupun bisa ular tersebut tidak mematikan bagi manusia namun cukup berbahaya, jangan mencoba-coba untuk bermain dengan ular ini jika tidak mau dibawa ke Rumah Sakit, hehehe…..
Baca selanjutnya

No Name Snake


Bentuk tubuhnya panjang dan kecil, warnanya menarik, kepalanya kecil, bagian depan berwarna hitam dan belakangnya kuning, tubuhnya strep coklat memanjang sampai ekornya, gerakannya sangat gesit namun tak pernah menyerang saat ditangkap. Inilah ular kecil yang baru saja saya temukan di halaman rumah pada hari Rabu, 5 Agustus 2009.

Jenis dan nama ular ini belum saya ketahui karena baru sekali saya menemukannya walaupun sudah berpuluh-puluh tahun saya tinggal di tempat ini. Hanya saja sebelumnya saya pernah melihat ular yang mirip dengan ini, namun sama atau berbeda saya juga belum tahu karena ular tersebut sangat gesit sehingga tidak sempat ditangkap.

Saya senang sekali dapat menangkap dan memotret ular ini walaupun sekarang ia sudah saya lepaskan lagi, yang penting foto sudah ada di tangan, berarti kesempatan untuk mengenali jenis ular ini sangat besar. Dengan men-share foto ular di blog ini saya berharap kepada teman-teman pecinta ular yamg lain dapat berbagi informasi mengenai ular ini kepada saya. Matur nuwun…..
.
Baca selanjutnya
Percobaan umum........... Baca selanjutnya